CERMINAN PERIKEPOHONAN DALAM BUDAYA KOREA
Judul buku: Orang Suci, Pohon Kelapa
Penulis: Choi, Jun
Penerjemah: Nenden Lilis A. dan Kim Young Soo
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun terbit: 2019
Tebal: 123+vii halaman
Pandangan tentang dunia ini terlihat sangat luas. Hal-hal yang besar kerap kali menyita perhatian publik. Hal besar ini terlalu menyita perhatian, sehingga hal-hal yang kecil sering kali tenggelam dalam lautan permasalahan. Hal-hal kecil seperti seorang anak yang tertidur sendirian di kolong jembatan di Ibu Kota, entah dia kelaparan atau tidak, yang pasti dia bertahan hidup dengan usaha semampunya. Pandangan mengenai bagaimana tumbuhan bisa berdiri kokoh di tengah kepadatan polusi yang perlahan membunuhnya. Hal-hali kecil ini yang justru diperhatikan oleh pendatang yang mungkin lebih mengenal lingkungannya di banding orang lokal.
Sebuah buku kumpulan sajak karya warga asing yang cukup lama tinggal di Indonesia untuk mengenal dengan baik bagaimana kondisi Indonesia saat itu. Beliau melalui sajaknya menunjukan rasa prihatin dan peduli yang kemudia ia tuangkan kritiknya melalui sajak-sajaknya tersebut. Choi, Jun namanya. Choi, Jun merupakan seorang penyair asal Korea yang tinggal di Indonesia sejak tahun 2000 sampai tahun 2005. Choi, jun lahir di Kabupaten Jeongseom, Provinsi Gangwon, Korea pada tahun 1963. Choi, Jun datang ke Indonesia bersama seorang Bapak.
Pengalaman Choi, Jun selama di Indonesia, diabadikannya melalui sajak-sajak yang terkumpul dalam Kumpulan Sajak 'Orang suci, Pohon Kelapa'. Pengalamannya lima tahun tinggal di Indonesia benar-benar tersampaikan melalui kumpulan sajaknya itu. Buku kumpulan sajak 'Orang Suci, Pohon Kelapa' ini diterbitkan atas dana bantuan bagi pencipta karya sastra Arts Council Korea pada tahun 2007.
Kumpulan sajak ini diterjemahkan oleh Kim Young Soo, salah satu penyair ternama di Korea juga yang memiliki beberapa penghargaan atas karya-karyanya. Kim Young Soo menyelesaikan studi S1 di jurusan Bahasa Malay-Indonesia, HUFS (Hankuk University of Foreign Studies), S2 di Program Studi Kesusastraan Modern Indonesia, HUFS, dan S3 di Jurusan Comparative Literature. Kim Young Soo pernah menjabat sebagai Kepala Siaran Bahasa Indonesia, Siaran Internasional, KBS (Korean Broadcasting System) selama 30 tahun. Kim Young Soo terbilang sudah sangat mengenal Bahasa Indonesia khususnya dibidang sastranya. Beliau mengambil jurusan-jurusan yang berhubungan dengan Indonesia.
Nenden Lilis sebagai salah satu sastrawan perempuan di Indonesia yang karyanya sudah cukup dikenal oleh banyak orang dan mendapat banyak penghargaan. Karya-karyanya yang mendapat penghargaan, antara lain Penghargaan Pusat Bahasa 2005 untuk kumpulan cerpennya Ruang Belakang (Penerbit Buku Kompas). Sajak-sajaknya (antara lain dalam kumpulan sajak tinggalnya Negri Sihir) dan cerpennya diterjemakan ke dalam Bahasa Inggris, Jerman, Belanda, dan Mandarin. Kemudian ini adalah hasil terjemahan yang baru di terbitkan pada tahun 2019 ini oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis.
Choi, Jun belajar sajak di Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Korea, Universitas Kyung Hee, Korea. Dalam perjalanan karirnya dalam dunia sastra, Choi, Jun menerima penghargaan dan beberapa yang diterbitkan. Choi, Jun menerima penghargaan untuk penyair baru dari sastra Bulanan Korea pada tahun 1984. Kemudian karya-karya lainnya menyusul dengan menang dalam sayembara mengarang pada musim semi oleh Harian Joong Ang, Korea pada tahun 1995. Kemudian menyusul lagi sajaknya yaitu, Kau, Masih di Sana; Orang Suci, Pohon Kelapa; Meditasi Tentang Rumah Atau Pencaharian Jalan (kumpulan sajak tiga penyair), dan Cinta Gaya Slav (kumpulan sajak tiga penyair).
Kumpulan sajak Orang suci, Pohon Kelapa ini, banyak membicarakan hal-hal kecil yang terkadang tidak disadari oleh orang sekitar. Choi, Jun mengangkat beberapa topik tentang tumbuhan, hewan, kondisi sosial, yang terkadang tak disadari oleh kita. Hal-hal kecil ini yang menarik perhatian Choi, Jun sebagai ide dalam sajaknya.
Kumpulan Sajak Orang suci, Pohon Kelapa memiliki 61 judul puisi bertemakan tentang Indonesia. Pengalaman tentang kondisi sosial, keadaan alam seperti tumbuhan dan hewan. Hal yang menarik adalah dari gaya bahasa yang ditampil dalam sajak-sajak milik Choi, Jun yang membawakan dengan majas-majasnya. Empat puisi dari 61 puisi yang disajikan mengangkat tema tumbuhan.
Seperti pada sajak "Pisang di Pulau Jawa" pada judul pertama dalam buku kumpulan sajak ini. Choi, Jun mendeskripsikan puisinya menggunakan diksi-diksi yang konotatif atau lebih tepatnya majas metafora seperti, untuk mendeskripsikan pohon pisang menggunakan diksi wanita yang membawa parasol hijau, kemudian anak-anak sebagai deskripsi dari buah pisang, dan bayangan yang dikatakan mungkin merupakan tunas-tunas yang akan tumbuh. Penggunaan majas-majas ini sedikit asing untuk dipahami. Bunyi yang digunakan juga tidak berima a-b-a-b seperti puisi Indonesia pada umumnya.
Kemudian pada sajak "Orang Suci, Pohon Kelapa" yang dijadikan sebagai judul utama yang diletakan pada cover buku. Dalam puisi ini juga menggunakan diksi-diksi yang konotatif yang dapat dikenal dengan majas metafora. Diksi yang ditampilkan seperti orang suci yang bodoh yang dimaknai sebagai pohon kelapa yang tumbuh di dekat pemakaman dan tasbih tengkorak yang merupakan penggambaran dari buah kelapa. Diksi-diksi ini bukanlah makna yang sebenarnya. Diksi-diksi ini digunakan sebagai kata ganti dari makna yang sesungguhnya.
Kemudian pada sajak lain juga yang berjudul "Pohon Beringin yang Bermimpi" Pohon Beringin dalam sajak ini, Choi, Jun mendeskripsikan pohon beringin seperti seseorang yang sedang menunggu bus. Tidak seperti dua sajak sebelumnya, sajak ini tidak terlalu mendeskripsikan pohon beringin. Diksi-diksi yang digunakan juga menggunakan majas metafora seperti pada beberapa puisi lainnya.
Krakteristik di beberapa era sastra korea, banyak mengambil tema keindahan alam, kehidupan manusia, dan cinta seperti pada era Goryeo Gayo dan Gasa. Kemudian Sastra modern korean banyak yang mengambil tema pencarian jati diri dan kenyataan yang kongkrit.
Semua tumbuhan yang dideskripsikan dalam beberapa sajak tersebut diinterpretasikan seperti manusia. Umumnya dalam sajak-sajak di Indonesia tidak menginterpretasikan pohon seperti manusia. Dalam beberapa artikel dalam internet ternyata menyebutkan bahwa orang Korea sangat menghargai pohon, dalam beberapa artikel tersebut juga menyebutkan dengan perike-pohon-an. Bahkan mereka memberikan infus untuk pohon agar tetap segar. Dalam sebuah artikel dari website detik.com juga menyebutkan bahwa Dinas Pertamanan Korea rajin menanam pohon disekitar sungai, dipinggir jalan, dan taman-taman. Diksi-diksi pilihan Choi, Jun ini sangat mencerminkan budaya Korea tersebut. Selain itu karakteristik korea juga ditunjukan dari tema-tema yang dituangkan oleh Choi, Jun. Hal ini yang mungkin kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Buku kumpulan sajak Orang suci, Pohon Kelapa mampu membuka pandangan kita tentang sekitar kita. Hal-hal kecil yang bahkan mungkin tidak kita sadari bisa menjadi sesuatu hal yang dapat membuat kita menyadari pentingnya lingkungan sekitar untuk diperhatikan. Kondisi lingkungan, kondisi sosial, dan hal-hal lainnya, ternyata sama pentingnya dengan hal-hal besar lainnya.
Terima kasih atas ilmunya, semoga bermanfaat
BalasHapus